Jumat, 18 Mei 2012

HUKUM PERIKATAN DAN PERJANJIAN

Diposting oleh Poppy Brillia di 15.01



1.    PERIHAL PERIKATAN DAN SUMBER-SUMBERNYA
Perikatan (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari  perjanjian karena dalam perikatan diatur oleh hubungan hokum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hokum dan perihal yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan.
Adapun yang dimaksudkan dengan perikatan ialah suatu hubungan hokum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang, yag member hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Pihak yag berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau “kreditur”, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau “debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan prestasi, yang menurut undang-undang dapat berupa:
a.    Menyerahkan suatu barang
b.    Melakukan suatu perbuatan
c.    Tidak melakukan suatu perbuatan

2.    MACAM-MACAM PERIKATAN
Bentuk perikatan yag paling sederhana,ialah suatu perikatan yang masing-masing pihak hanya ada satu orang dan satu prestasi yang seketika juga dapat ditagih pembayarannya. Bentuk yang paling sederhana ini, terdapat beberapa macam perikatan lain, sebagai berikut:

A.   PERIKATAN BERSYARAT
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantukan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan, bahwa perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu itu timbul. Suatu perjanjian yang demikian itu, menggantukan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan.
Dalam undang-undang ditetapkan, bahwa suatu perjanjian sejak semula sudah batal, jika ia mengandung suatu ikatan yangdigantungkan pada suatu syarat yang mengharuskan suatu pihak untuk melakukan suatu perbuatan yang sama sekali tidak mungkin dilaksanakan atau yang bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan.

B.   PERIKATAN YANG DIGANTUNGKAN PADA SUATU KETETAPAN WAKTU
Perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah yang pertama berupa kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan dating, meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya.

C.   PERIKATAN YANG MEMPERBOLEHKAN MEMILIH
Ini adalah suatu perikatan di mna terdapat dua atau lebih macam prestasi sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan.

D.   PERIKATAN TANGGUNG-MENANGGUNG
Suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Beberapa orang sama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek.

E.   PERIKATAN YANG DAPAT DIBAGI DAN YANG TIDAK DAPAT DIBAGI
Suatu perikatan dapat dibagi atau tidak, tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian. Persolan tentang dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan, barulah tampil ke muka, jika salah satu pihak dalam perjanjian telah digantikan oleh beberapa orang
Lain. Biasanya terjadi karena meninggalkannya satu pihak yang menyebabkan ia digantikan dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahliwarisnya.
3.    SYARAT – SYARAT UNTUK SAHNYA PERJANJIAN
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
a.    Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b.    Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
c.    Suatu hal tertentu
d.    Suatu sebab yang halal

Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya mengandakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyeknya dari perbuatan hokum yang dilakukan.

4.    PEMBATALAN SUATU PERJANJIAN
Dalam syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian telah diterangkan bahwa, apabila suatu syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hokum. Dalam hal yang demikian maka secara yuridis dari semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak adda pula suatu perikatan antara orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu. Tujuan para pihak untuk meletakkan suatu perikatan yang mengikat mereka satu sama lain, telah gagal. Tak dapatlah pihak yang satu menuntut pihak yang lain dimuka hakim, karena dasar hukumnya tidak ada. Hakim ini diwajibkan, karena jabatnnya, menyatakan bahwa tidak pernah ada suatu perjanjian atau perikatan.
Apabila, pada waktu pembuatan perjanjian, ada kekurangan mengenai syarat yang subyektif, maka perjanjian itu bukannya batal demi hokum, tetapi dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak. Pihak ini adalah pihak yang  tidak cakap  menurut hokum.

5.    SAAT DAN LAHIRNYA PERJANJIAN
Menurut azas konsesualitas, suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian. Sepakat adalah suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak tersebut. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga dikehendaki oleh pihak yag lainnya, meskipun tidak sejurusan tetapi secara bertimbal balik. Keduanya bertemu satu sama lain.
Dengan demikian untuk mengetahui apakah telah dilahirkan suatu perjanjian dan bilamanakan perjanjian itu dilahirkan, harus dipastikan apakah telah tercapai sepakat tersebut dan bilamana tercapai sepakat itu.




referensi: e-book gunadarma





2 komentar:

Anonim mengatakan...

Salam Sukses buat kakak...

Di blog kakak kok ga ada link Gunadarmanya ya..?
hmm... tolong di cantumkan ya kak, biar menandakan mahasiswa Gunadarma.. :-)

::Pesan BAPSI

Poppy Brillia on 22 Mei 2012 pukul 10.35 mengatakan...

ok thanks yaa... ntar di kasih... :)

Posting Komentar

 

Poppy Brillia Copyright © 2012 Poppy Brillia Safitri